Aku masih ingat dulu rasanya cinta seperti sesuatu yang hampir. Bukan tidak ada sama sekali, tapi terlihat samar. Ada rindu yang datang tiba-tiba, ada tawa yang membuat hati hangat, tapi di sela-selanya juga ada sepi, ada luka, dan pertanyaan yang terus menggantung: “Apakah ini akan bertahan?”
Perjalanan kami tidak dimulai dengan kemudahan. Kami berbeda, kami sama-sama keras kepala, dan kami sama-sama belajar bagaimana saling memahami. Ada hari di mana aku merasa menyerah adalah jalan paling mudah. Ada kalanya aku berpikir, mungkin jika aku bertemu dengannya sejak awal, semuanya akan lebih mudah. Cinta pasti akan selalu indah, pikirku.
Tapi kenyataannya, cinta tidak pernah sesederhana itu. Ia tidak tumbuh hanya dari rasa manis. Ia butuh waktu, butuh air mata, butuh luka yang menyakitkan sebelum akhirnya sembuh. Kami bahkan harus melalui pertengkaran, diam yang menyesakkan, bahkan rasa ragu, sebelum akhirnya sadar bahwa setiap langkah kecil yang kami ambil selalu membawa kami kembali satu sama lain.
Di situlah aku mulai mengerti. Cinta bukan tentang mencari jalan yang lurus tanpa hambatan, melainkan tentang keberanian untuk tetap berjalan, meski jalannya berliku. Cinta bukan hanya tentang tawa, tetapi juga tentang kesediaan untuk menangis bersama. Bukan hanya tentang menerima kebahagiaan, tetapi juga menerima kekurangan, kelemahan, bahkan sisi gelap satu sama lain untuk tetap berkata: “Aku tetap disini.”
Dan perlahan, cinta itu pun tumbuh dan bermekaran. Tidak dengan gemuruh, tidak dengan kilatan besar, melainkan dengan tenang. Seperti bunga yang sabar menunggu musim hujan berhenti sebelum akhirnya merekah. Kami menemukan cara untuk saling memilih, setiap hari, bahkan ketika itu terasa sulit.
Kini, aku bahagia dengan kami sekarang dan akan terus memilih untuk kebahagiaan ini. Bersyukur atas jalan berliku yang akhirnya membawa kami ke titik ini. Waktu dimana ia akhirnya melamarku, aku tahu jawaban itu bukan hanya tentang hari ini, tetapi juga tentang semua kemarin yang telah kami lalui bersama. Apa yang dulu terasa seperti “almost love” kini sudah menjadi cinta yang nyata. Rumah yang hangat, tempat aku ingin pulang, tempat kami ingin selalu bertumbuh bersama.
NOT SO EPILOG "HALAMAN AKAN SELALU BARU"
Cinta bukan jalan yang lurus,
ia berliku, kadang terputus.
Namun dari luka yang menusuk halus,
tumbuh kekuatan yang tak lagi pupus.
Pernah ia samar bagai senja,
hampir hilang, hampir sirna.
Namun perlahan ia menetap juga,
menjadi cahaya, menjadi rumahnya.
Cinta adalah bunga yang sabar menunggu,
tak tergesa, tak pernah layu.
Saat musimnya tiba, ia mekar penuh,
berakar dalam, takkan pernah berlalu.
Kini kutahu,
cinta selalu pulang pada hati yang setia.
Dan saat ia kembali dengan wajah yang nyata,
aku memilihnya, selamanya.
- Labuan Bajo, Oktober 2025.
aku percaya suatu saat kita akan menghabiskan waktu bersama menatap senja di masa depan di pulau ini :)