Menjadi jadi

Senyumku sirna bersama dengan sirnanya lembut suaramu,
Tawaku redup bersama dengan redupnya tatapmu,
Ragaku lepas bersama dengan lepasnya hangat pelukmu,
Hatiku dingin bersama dengan dinginnya sikapmu,
Lagi-lagi merindukan kamu,
Kapan aku lelah menanti kamu,
Sepi menjadi-jadi,
Temanku hanya tangis dan kenangan,
Sedang kau terbalut kesenangan,
Sebaliknya aku terbalut derita.

-lupa tidur

Tanggal 30 Setahun yang lalu

Malam itu hujan mengguyur kota Surabaya, membasahi kaca jendela mobil kecilku yang melaju pelan di komplek sekitar apartemen di sudut kota. Tanggal 30 hari itu tepat hari aku dilahirkan 21 tahun yang lalu. Waktu berjalan begitu cepat, menjadi perempuan dewasa bukanlah hal yang mudah. Kadang aku menginginkan diriku yang masih kecil, kembali dimana hidup begitu terasa mudah tanpa ada beban masalah yang selalu senantiasa hadir di depan kita. Walau aku tahu hanya sedikit kenangan baik dari masa kecilku. Setidaknya begitulah anak kecil. Kita hanya perlu bermain, tak perlu memikirkan masa depan.
Malam itu tidak ku sangka dia menemaniku. Kami hanya berada di dalam mobil menghabiskan bensin, menghabiskan waktu, mengobrol panjang lebar tentang apapun topiknya, mendengarkan musik bersama, berkeliling kota dan menikmati hujan. 
Jika saja dia tahu jantungku berdebar tak karuan, berusaha menyembunyikan rasa senang dan senyum karena dia berada di sampingku. Itu adalah kado untukku. 
Sudah pasti dia mengetahui betul perasaanku. Karena, saat itu kita hanya sebatas teman.
Hujan turun begitu deras. Jika saja saat itu kami sudah menjadi sepasang kekasih, tentu saja kami akan lebih menikmati hujan dengan peluk dan cium hingga hujan lelah melihat kami lalu berhenti. 
Terputar lagu Payung Teduh menjadi soundtrack kami malam itu,

"Malam jadi saksinya
kita berdua diantara kata 
yang tak terucap
berharap waktu membawa keberanian
untuk datang membawa jawaban"

Lagi-lagi aku meliriknya, mencoba mencari mata indah lelaki itu. Mencari celah adakah aku yang dia lihat disana. Karena aku tak bisa membaca dirinya. 

"Mungkinkah kita ada kesempatan,
ucapkan janji takkan berpisah selamanya"

Malam itu senyumku mengembang. 
Berharap waktu akan selalu menjadi milik kita
Berharap mata seindah senja itu akan selalu menatap diriku.  
Berharap "kau dan aku" akan menjadi kita.

Rindu sekali aku padanya. Kenangan setahun yang lalu kini melekat bagaikan tato pada tubuhku. Aku membuka pesan ucapan selamat yang dia kirimkan dulu pada ponselku. Seketika dadaku bergemuruh, perasaan hangat dan nyeri datang bersama.
Hari ini tanggal 30 setahun yang lalu, hatinya mulai menghangat.
Hari ini tanggal 30, hatinya tlah dingin.
Hari ini dia tiada menemani.
Hari ini aku mengenang kembali.
Hari ini aku sendiri.
Hari ini aku tetap mencintainya.  

-Selamat ulangtahun perempuan pecinta senja dan secangkir teh manis. 

Kemeja Hitam dan Biru

Hari masih gelap, aku terbangun mendapati diri diatas ranjang terbalut selimut.
Penglihatan terbatas, hanya ada sedikit cahaya dari luar kaca jendela yang tertutup tirai. 
Ku raba sekitarku berharap menemukan ponsel untuk melihat waktu. 
Yep, dugaanku benar, waktu menunjukkan pukul 3 dini hari. 
Di sampingku, seorang laki-laki tertidur pulas menghadap diriku. 
Aku rasa dia kelelahan setelah semalaman menghabiskan waktu denganku di tempat ini. 
Kami berantakan tanpa busana. Dan aku kedinginan.
Ku raba lagi sekitarku, kali ini berharap menemukan pakaian yang dapat ku kenakan. 
Aku mengambil salah satu yang ku rasa itu kemeja. Sudah dapat ditebak itu kemeja siapa, aku segera mengenakannya berharap laki-laki itu tidak menemukanku telanjang saat dia bangun nanti bukan saatnya melihatku seperti ini lagi. 
Aku kembali berbaring, memberikan kecupan pada kening dan pipi laki-laki itu, lalu memeluknya.
Tak lama dia membalas pelukanku, kemudian terlelap.

"Kapan kau memakai pakaian?" tanyanya setelah kami terbangun tepat di siang hari.
"Tadi, kenapa? kau tidak suka aku memakai pakaianmu?" 
Dia tersenyum, "tentu saja aku suka, kemeja hitam itu terlihat bagus, apalagi kau tidak mengenakan apapun dibaliknya" 
Aku melihat lelaki itu tersenyum nakal, "kau tau ini masih jam berapa bukan?"
Dia tertawa, "iya aku tau, seharusnya kau yang tidak menggodaku"
Aku memutar kedua bola mataku
"apa yang akan kita makan nanti?" tanyaku
"kau ingin apa?"
"jangan balik bertanya" ujarku
"baiklah, terserah kau saja"
"serius terserah aku? baiklah, bagaimana jika kita makan ayam goreng?"
dia mengerling, "hmm, yang lain?"
"nasi goreng?"
"tidak"
"sate kambing?"
"uang kita menipis"
"ayam geprek?"
"tidak"
"lalu kau mau apa? sudah ku bilang kau ini pemilih, lebih baik kau saja yang memutuskan. Dasar kau seperti perempuan"
Dia kembali tertawa. "baiklah, kita makan di depot langgananku saja ya? kita bikin nasi sendiri, kita beli lauk saja, makan disini"
"nah, begitu dong"
"kemarilah, peluk aku" dia membuka kedua tangannya
aku memeluknya, "kenapa?"
"tidak apa-apa, aku suka memelukmu"
"aku-pun begitu"
Aku bisa merasakan debaran jantungnya tepat pada dadaku, aku menyentuhnya.
"kenapa berdebar begitu?" tanyaku menggoda
"ah, memang seperti ini kok jantungku"
"masa?"
"bawel ah"

Pukul setengah lima sore, kami bersiap pergi.
"dimana bajuku?" tanyanya
"pakai saja kemeja kemarin itu, yang warna biru"
"kan terakhir kau yang pakai, kau letakkan dimana?"
"gantungan belakang pintu kamarmu"
"kau lebih bagus mengenakan kemeja hitam itu daripada kemeja biru ini, terlalu besar untukmu"
"iya aku tau" aku mengecup pipi kanannya
"aku pikir kau akan mencium bibirku"
"nanti ya"
"baiklah, ayo berangkat tunggu diluar ya aku ambil mobil"
aku membuka pintu lalu melambaikan tanganku.

jadi, bagaimana kabar kedua kemeja itu?

-gabut. 

Sepotong Kue Kenangan 5

Pukul satu siang kelas hari rabu, dimana kursi paling belakang diduduki kau dan aku. Aku ingat kau mengenakan kemeja denim biru muda berlengan pendek. Kau nampak bosan memperhatikan dosen yang menerangkan topik kuliah hari ini, berharap kelas segera berakhir. Beberapa kali melihat jam di tangan kananmu, sebentar membuka ponsel dari saku celanamu, kemudian kau masukkan kembali, sesekali menghembuskan nafas dari mulutmu.

Tentu saja, aku memperhatikanmu dari tadi, melirik diam-diam ke arahmu yang duduk tepat disampingku. Kepala kita bersandar pada tembok, mencari kenyamanan untuk duduk manis selama kelas ini berlangsung. Saat itu kita sudah mulai dekat, walau hanya kau yang mengetahui dengan pasti bahwa aku menyukaimu.Berjumpa denganmu seperti membawa bom waktu yang akan meledak, lalu ku simpan dalam jantung hingga saat mata kita bertemu bom itu meledak menciptakan debaran.
Aku suka duduk disampingmu, senyumku tak kunjung hilang.

Benda kecil berbentuk persegi panjang dengan layar 3,01 inci ku keluarkan dari tasku, disambungkan dengan kabel earphone putih, lalu ku pasang di kedua telingaku. Benda kecil itu berisi playlist lagu favoritku dari berbagai genre musik. Ku putar sebuah lagu jazz klasik yang tidak lama memunculkan ide dalam pikiran, aku ingin membaginya denganmu.

Ku lepas earphone sebelah kiri menawarkannya padamu, "mau ikut mendengar?"
Tanpa banyak berpikir, kau langsung memasangnya di telingamu.
Ditengah beberapa suara yang terdengar, diantara kebisuan waktu, dalam alunan musik kita berbagi, menikmati bersama, memecah jemu.

Hingga sekarang benda itu menemaniku, mengingatkan aku akan kenangan ini. Ku rasakan dirimu ikut mendengar dan menyanyikan lagu-lagu kita.
Aku tersenyum dalam buaian rindu.

Tidakkah semua itu menyenangkan, sayang.
Sederhana itu.

-Tertanda
pesan yang lama terbalas dan beberapa pertanyaan yang tak kunjung dijawab.