Mimpi lagi

Aku bermimpi lagi.
Beberapa bulan ini kerap kali aku bermimpi. Bukan mimpi yang indah. Justru sebaliknya, aku bermimpi cukup buruk. Cukup buruk terbangun dengan air mata, sesak dalam dada, hingga pernah aku berteriak dalam tidur. Jelas ini tidak wajar. Aku mengurungkan niatku menemui terapis. Sahabatku memaksa untuk segera berkonsultasi karena prihatin akan kondisiku sekarang, dia bilang ini lebih buruk dari sebelumnya. Banyak yang bilang aku berbeda. Aku berubah. Bukan perempuan yang mereka kenal lagi. Awalnya mereka berpikir aku mulai menemukan harapan untuk melanjutkan hidup yang lebih baik. Tentu saja, mereka senang dengan perubahanku. Setelah bertahun-tahun sifat kerasku melunak, senyumku lebih tulus, diriku menghangat, dan mulai mengkondisikan diri sebagai seseorang yang benar-benar perempuan. Tidak lama mereka melihatku murung, diriku bak vas yang mudah pecah, terlalu rapuh katanya, hidupku dirundung duka kembali bahkan lebih buruk, harapanku hilang. Sinar itu redup kembali, sama seperti masa yang lalu. 20 tahun yang tidak banyak hal baik yang mampu ku ingat. Karena yang terekam hanya hal yang pahit. Tidak ada hal yang baik. Tidak ada yang normal dalam hidupku. Hidup hanya berjalan sia-sia tak bermakna. Tidak ada yang bisa kurasakan. Benda rusak tetap akan menjadi rusak. Aku hanya sebuah wadah yang kosong.

Aku bermimpi lagi.
Pernah aku bermimpi indah. Laki-laki itu membawa hal yang tidak kuduga. Membawa harapan masuk dan mengubah segalanya. Aku merasa lebih hidup. Pertama kali dalam hidupku aku merasa akan baik-baik saja. Rasa aman dan bahagia. Aku yakin masa burukku berakhir.
Namun sayang sekali, itu hanya semu. Keberadaannya tak berlangsung lama. Harapan itu hilang. Semua yang ku yakini hancur. Yang tersisa hanya kenangan, luka yang membiru dan serpihan  hati yang berdebu. Laki-laki itu pernah berkata padaku untuk tahu diri. Dia benar. Karena benda rusak akan selalu menjadi benda rusak.

Aku bermimpi lagi.
Aku lelah dengan mimpi buruk itu. Semalam aku tidak bisa tidur. Mataku terlalu takut untuk terlelap. Semakin lama malam menyiksaku. Aku hanya berjalan seperti dulu. Tidak ada yang berubah. Hanya kali ini lebih buruk. Mungkin sebaiknya aku menemui terapis. Tapi untuk apa?. Aku sudah tidak ingin percaya pada hidup lagi. Berulang kali hidup melawan diri sendiri. Dunia seakan tempat yang bukan lagi milikku. Manusia hanya makhluk pecinta ilusi. Isi jiwa manusia hanya kegelapan. Makhluk yang mudah tamak dan mudah jatuh dalam khayalan semu.
Aku hanya berharap semua ini segera berakhir.

"Terlalu putus asa" suara itu muncul kembali.
"Apa sebegitu cintanya dirimu padanya hingga kau membenci dirimu sendiri?" suara itu semakin terdengar.
Hanya dengan membenci diriku aku dapat membencinya. Karena dia adalah cermin bagiku. Ketika dia pergi, maka separuh diriku pergi. Benar, aku sangat mencintainya. Hingga aku tak sanggup melihat diriku sendiri. Aku akan mulai membencinya, itu hal yang dia inginkan. Aku akan berusaha menggenggam dua hal itu bersama.
Mari kita bertaruh, wahai suara dalam diriku, mana yang lebih unggul, cinta atau benci?

Aku bermimpi lagi,
aku menunggu di tepi pantai dengan hamparan laut yang menghitam, udara dingin, dan senja yang semakin pilu

-penulis pipinya lagi bengkak.

Cinta atau Benci?

Cinta dan benci hanya terpisah dinding tipis yang mudah hancur. 
Aku akan berusaha menggenggam dua hal ini bersama.
Mari kita bertaruh, wahai suara dalam diriku, mana yang lebih unggul, cinta atau benci?

-t

Banyak Pertanyaan

Tak bisakah kau melihatku lagi?
Tak bisakah kau menatapku lagi?
Tak bisakah kau memanggil namaku lagi? 
Tak bisakah kau tertawa denganku lagi?
Tak bisakah kau berbagi waktu denganku lagi? 
Tak bisakah kau menggenggam tanganku lagi?
Tak bisakah kau memelukku lagi? 
Tak bisakah kau menciumku lagi?
Seperti dulu, kembali seperti dulu..
Tidakkah pernah ku katakan padamu jika aku tidak akan pernah pergi dari sisimu? 
Tidakkah pernah ku katakan padamu jika aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu? 
Tidakkah kau ingat? 
Tidakkah kau merasakan hal yang sudah kita buat? 
Tidakkah itu berarti bagimu? 
Atau hanya aku saja yang berpikir demikian? 

-ngantuk.