Tuanku yang tersayang

Tuan, pernahkah kau merasa seluruh dunia sedang melawanmu? Saat kau berharap kakimu untuk berjalan dalam kebaikan namun disandung berkali kali untuk jatuh. Kemudian kau tetap bangkit berjalan walau tubuhmu penuh luka. Mungkin kau akan sembuh dengan cepat atau mungkin perlu berjuang untuk sembuh karena masa penyembuhan terlalu lambat.
Lalu bagaimana rasanya setelah itu? Apa kau baik-baik saja? Apa kau menjadi hambar? 

Tuan, pernahkah kau merasa kehilangan? Sesuatu yang berharga kau genggam dengan baik. Butuh usaha keras untuk menjaga agar tetap utuh, walau kadang kau tercekik, walau kadang kau  berlumuran noda. Kau tetap berusaha, bahkan memeluknya erat agar tak terlepas. Namun, hal yang kau jaga memilih pergi meskipun kau jatuh bangun mencoba meraihnya kembali. 
Kau sudah kehilangan. 
Lalu bagaimana rasanya setelah itu? Apa kau baik-baik saja? Apa kau menjadi hampa? 

Tuan, pernahkah kau berharap akan sesuatu? Berharap untuk mengubah duniamu yang dulu begitu gelap. Berharap sinar akan menjadi bagian dari hidupmu. Berharap masa lalu akan tetap menjadi mimpi buruk yang tlah berubah untuk menciptakan masa depan yang indah. Berharap tidak akan mengulangi kesalahan orang-orang sebelum dirimu. Berharap membuat perbedaan nyata agar kau tak bernasib sama dengan mereka. Namun, yang terjadi kau gagal. Bukan berarti kau tak berjuang, kau sudah berjuang, meskipun pada akhirnya kau melakukan kesalahan yang sebenarnya masih mampu untuk memperbaiki dan meneruskan kembali yang sayangnya harapanmu jadi hilang termakan keangkuhan dan keegoisan oleh sesuatu yang ikut membawa harapan itu. 
Lalu bagaimana rasanya setelah itu? Apa kau baik-baik saja? Apa kau menjadi kosong? 

Tuan, benda yang rusak ini pernah kau jadikan benda yang bernilai bak batu safir yang memancarkan keindahan. Meskipun berkali-kali kau, Tuan, sang pemilik benda ini merawat serta menghancurkan kilaunya, benda ini bagai anjing yang mematuhi perintah Tuannya. Setia menunggu dan mencintai Tuannya. 

Karena benda ini tak punya siapapun sebagai rumahnya. Rumah aslinya sudah hancur tak meninggalkan sisa. Hidup hanya mencari sedikit hiburan melawan balik dunia, demi menghilangkan sepi yang selalu menggerogoti jiwanya. Menjadi gelandangan, mengetuk satu-satu pintu untuk diberi suapan hangat, agar dingin tak selalu merayapi jantungnya. 
Biarpun dicoreng sebelah mata, benda ini tidak peduli. Terang bukan tempat baginya. Gelap adalah teman setianya. 
Tapi kau Tuan, kau membuka pintu terang dengan kehangatan yang luar biasa. Terlalu memikat didalam, terasa aman serta nyaman. Seketika benda ini bernyawa, jiwanya berubah sedikit demi sedikit. Kilaunya tak terhenti.

Tuan, kau adalah rumahnya. Satu-satunya harapan yang dapat merubah seluruh hidupnya. Tanpa kau sadari, kau mengajarkan cinta dan patah hati. Kau ikatkan dengan ikrar, lalu kau putus paksa ikrar itu.

Ingatkah dirimu Tuan? Saat-saat bahagia yang tlah terjadi? Bukankah itu lebih besar dari hal yang sudah menyakitkan? Tapi kau tetap saja menggenggam keangkuhan untuk memilih pergi. Kau bakar kenangan bahagia itu untuk digantikan rasa sakit yang kau kirim padanya. Kenapa Tuan? Tak berharga-kah dirinya untukmu?

Tuan, kau sangat sempurna. Kau dapat memilih siapapun di sampingmu. Terkadang kau penyayang, terkadang kau berubah mengerikan. Kau mudah membuang sesuatu, mudah mendapatkan yang baru.

Tuan, hatimu sudah terlalu dingin. Kau bekukan pula dirinya kembali seperti dulu. Benda ini tlah kehilangan jiwanya. Sadar jika sebuah benda yang rusak akan selalu menjadi benda yang rusak. Semua denganmu kini terasa bagai mimpi indah.
Tuan kau pernah berkata, "bukalah matamu"
Saat mata terbuka, benda ini tak melihat apa-apa.
Dunianya kembali gelap.

-end.

Akhirnya benar tahu

Saat kau tak dapat memungkiri hal yang ada di hatimu,
Saat kau tak mampu menyingkirkan hal yang ada di pikiranmu,
Saat kau tak ingin melepas hal yang menyalakan hidupmu,
Saat kau bertaruh melawan dua rasa bersama,
Kau tahu...
dari awalpun kau tahu...
Cinta selalu menang.

-rindu.

Ok Sayang

"Ketika dua orang yang saling menyayangi tinggal bersama,
lalu terbiasa satu sama lain,
Saat waktu berpisah, kau tidak dapat meninggalkan kebiasaan maupun perasaan itu"

-Ok Jaanu

Peran Sempurna

Langit menghitam saat mataku menatap keluar jendela. Cuaca suram seperti biasa. Sebentar lagi hujan turun. Jalanan sepi, sesekali dua atau tiga kendaraan melintas.
Mataku tak kunjung lelah. Seharusnya aku manfaatkan waktuku untuk istirahat walau aku sudah bosan diatas ranjang selama 5 hari ini. Suhu tubuhku meninggi. Kepalaku seperti tertusuk berkali-kali. Obat yang ku beli sepertinya tak mampu meredakan rasa sakit pada kepala dan demam yang masih berkunjung di malam hari.

Sebenarnya rasa sakit terparah yang aku rasakan ada pada dalam dada dan pikiranku. Tersiksa lebih parah dari sebelumnya. Katakan saja berlebihan, aku tidak peduli. Toh, mereka juga tidak mempedulikanku seperti dirimu yang kini jauh dari jangkauan ragaku.

Coba ku tebak, mungkin kau saat ini sedang bersenang-senang, tertawa bahagia dengan senyum dan keramahan palsumu pada mereka yang mengagumimu. Jika saja mereka tahu. Jika saja mereka melihat wajah asli dirimu yang aku ketahui, di samping sikap lembut bak madu yang mampu menarik siapapun untuk mengikutimu.  Tanpa kau sadari kau bertindak dengan ego yang tinggi, termakan amarah, lalu berperan sebagai korban jika lawanmu melakukan sesuatu yang kau sebut kejahatan. Sungguh manipulatif. Peran yang sempurna untuk seseorang yang selalu ku tinggikan. Seseorang yang selalu ku puja. Seseorang yang selalu ku inginkan. Seseorang yang selalu ku butuhkan. Ironisnya, seseorang yang selalu ku cinta hingga detik ini.

Susah sekali menyingkirkanmu dari pikiranku. Susah sekali membencimu. Pion pada papan caturku mulai kau habisi. Kau tetap bermain hingga aku hancur tanpa secuil kesempatan bagiku untuk membangun harga diri kembali. Bahkan hingga saat ini kau tetap menjadi pemenang. Berpegang teguh pada keangkuhan dan selalu menyalahkanku atas bomerang yang kau ciptakan sendiri. Ikut andil besar dalam kerusakan, tapi tentu saja peran yang sempurna bagi dirimu yang selalu ingin kesempurnaan.

Malam membuka luka. Diusir dari rumah sendiri. Berkelana tanpa tujuan. Kegelapan mulai merasukiku. Mereka bilang, sakit bisa disembuhkan oleh waktu. Tapi aku tidak ingin disembuhkan. Aku ingin merasakan kepedihan yang kau beri berulang kali. Kebahagiaan yang kau taburkan berulang kali. Kenangan manis ataupun pahit. Akan aku genggam bersama untuk mengingat semuanya. Biarpun aku jatuh hingga tersisa hanya seuntai benang tipis aku akan coba meraihnya untuk mencintai dan membenci dirimu. Biarpun aku menggapai bayangan semu, aku akan coba memeluknya untuk mencintai dan membenci dirimu. Karena itu yang akan aku lakukan. Karena itu yang akan dilakukan oleh seseorang yang kosong tanpa harapan.

Lihat itu ditengah gelapnya lorong mimpi buruk, dengan mata yang indah penuh kenangan, kau tertawa nyaring. Terlihat puas melihat sosok diriku yang terbakar kesedihan.

-hujan, petir, dan guntur bercumbu mesra.