Sepotong Kue Kenangan 3

Siang di apartemenmu,
kau masih enggan bangkit dari tempat tidur.
kita sudah terlalu banyak menghabiskan waktu di atas tempat tidur sambil menunggu matahari terbenam.
aku membangunkanmu lagi, kau tetap tertidur.
baiklah, aku rasa aku akan menghibur diriku sendiri dengan menonton televisi yang masih menyala dari semalam di ruang tengah.
lima menit kemudian, aku tetap saja merasa suntuk. 
kau tetap tertidur.

ku matikan televisi yang jujur aku bosan dengan acara yang ditayangkan.
mataku menelusuri setiap sudut ruangan ini, 
lalu menemukan hal yang menggangguku, yaitu tumpukan piring kotor yang belum sempat kau bersihkan semalam. 
mungkin aku harus membersihkan kitchen set itu sekalian, pikirku.  
ku buka pintu beranda dan merasakan angin yang menerpa wajahku. 
tidak banyak yang bisa ku lihat dari sini, apartemen ini menghadap ke beberapa tower apartemen lain. satu hal yang ku suka disini, kolam renang yang besar.
ah, aku jadi ingin berenang. 

aku mulai membersihkan piring-piring kotor ini, beserta kitchen set yang sungguh aku tidak mengerti apa saja yang kau masak hingga meninggalkan bekas kotor seperti ini. 
ditemani lantunan jazz klasik yang ku putar lewat telepon genggamku.
tubuhku tergerak untuk berdansa.
aku membayangkan kau melingkarkan tanganmu pada pinggangku, dan ku lingkarkan tanganku pada pundakmu. kita berdansa mengikuti irama musik. menikmati setiap langkah yang kita lakukan. 
pasti rasanya menyenangkan. 

tidak lama setelah aku selesai membersihkan kitchen set itu. 
kau terbangun, masih di atas tempat tidur, "apa yang sedang kamu lakukan?"
"membersihkan apartemenmu" ujarku.
kau segera keluar kamar dan melihat sekeliling ruangan ini, "tidak ada bedanya"
aku menghela nafas, "setidaknya rapi, dan kitchen set itu sudah kubersihkan. kotor sekali"
lalu kau tersenyum, "kamu rajin sekali, terimakasih"
kau memelukku erat. 
aku suka pelukan itu. sangat suka. 

kau mendengar lagu yang masih terputar, kemudian berkata "bukankah kamu bilang bisa berdansa?"
aku menghadapkan mukaku padamu, "kenapa memang?"
"ajari aku, aku ingin berdansa denganmu" katamu
lagi-lagi aku tersenyum, "aku susah mengajarimu"
"alasan saja" ujarmu

kita tetap berpelukan, sedikit mencoba berdansa diiringi musik dan suara Frank Sinatra.
persis seperti yang biasa kita lakukan saat dibawah shower. 
bersama, kita tenggelam olehnya. 


-Kamar Bintang, 3am 
sekali lagi, aku berhenti saat mulai berjalan.


Hujan Mengundang

Saya suka hujan
Saya suka bau tanah karena hujan
Saya suka dedaunan yang basah karena hujan
Saya suka saat hujan membasahi jendela kamar saya,
jendela mobil,
jendela kedai teh kesukaan saya,
jendela perpustakaan sekolah,
jendela kamar apartemenmu,
dan jendela kereta api yang saya tumpangi sekarang.
Saya mungkin telah mengatakan berulang-ulang, hingga kau lelah dan bosan mendengar saya mengoceh soal hujan.

Hujan mengingatkan saya tentang kenangan.

Saya duduk terdiam di sudut gerbong kereta. Sengaja memilih kursi  sebelah jendela hanya untuk melihat ke langit, lalu menyaksikan hujan seakan-akan berlari mengejar saya dalam perjalanan yang sudah memakan waktu hampir 3 jam ini.

Boleh saya katakan sesuatu?
Saya merindukanmu.
Sangat merindukanmu.
Bahkan saya mulai terbiasa menjadikan rindu sebagai sarapan setiap hari.
Atau mungkin cemilan di sore hari dengan secangkir kenangan akan kita saat rindu hanya ada di sela-sela jari.
Saya rindu hal-hal yang biasa kita lakukan.

Saya masih ingat dengan jelas. Bagaimana cara mata coklatmu selalu berhasil menembus hati menatap saya. 

Saya masih ingat dengan jelas.
Bagaimana cara suaramu yang begitu saya suka memanggil nama saya.

Saya masih ingat dengan jelas.
Bagaimana jari tanganmu yang entah mengapa terasa sangat sempurna ketika menggenggam tangan saya.

Saya masih ingat dengan amat jelas.
Bagaimana kedua sudut bibirmu itu melengkung ketika melihat saya.

Saya masih ingat dengan terlampau amat jelas.
Bagaimana kedua tanganmu terbuka lebar, berkata "peluk aku", lalu menunggu pelukan saya.

Bahkan saya masih ingat semua hal manis yang kita lakukan bersama.

Namun sekarang, saya sangat amat terlampau tahu. Karena kesalahan kita, hatimu sudah kau tarik paksa dari relung saya, memori saya, yang meninggalkan bekas mematikan yang terwujud dari tetes tetes air yang saya benci dari mata.

Kau kini meninggalkan saya dengan segala kenangan yang tersisa.
Merengkuh dalam penyesalan, hingga diriku kian menjadi abu.
Hari demi hari saya kumpulkan kepingan harapan yang saya percaya mungkin ada.
Namun kau tetap berkata, "ini sia sia".

Tak bisakah kita memulai kembali?

Seorang gadis jatuh cinta

Dia tidak pernah tau kapan tepatnya rasa itu muncul. 

Bukan saat pertama kali dia melihat lelaki itu duduk di kursi paling belakang pada kelas hari rabu.
Bukan saat mata mereka akhirnya bertemu.
Bukan saat percakapan pertama dimulai.
Bukan saat perkenalan di dalam mobil malam itu.
Bukan saat mereka mulai menghabiskan waktu berdua.
Bukan saat dia mengagumi semua yang ada pada lelaki itu.
Bukan saat tangannya berada dalam genggaman tangan lelaki itu.
Bukan saat ciuman pertama mereka yang membuat tubuhnya gemetar.
Bukan saat pelukan hangat yang mereka ciptakan.
Bukan pula saat tubuh mereka akhirnya menyatu.

Dia tidak pernah tahu kapan tepatnya rasa itu muncul.

Hingga suatu pagi dia membuka mata, dia berada dalam pelukan lelaki itu.
Tangannya menelusuri wajah si lelaki yang masih tertidur pulas.
Gadis itu tersenyum, lalu memberi kecupan pada kening dan bibir si lelaki.
Lalu, lelaki itu terbangun.
Mata indahnya menatap lekat gadis itu, kemudian tersenyum.
Dipeluk erat gadis itu, "mau kemana?"

Seketika, gadis itu jatuh cinta.

Kalian mungkin akan bertanya, mengapa cinta datang seperti itu?
Bukankah kita dapat memutuskan untuk jatuh cinta?
Gadis itupun mampu memilih, namun perasaan berkata lain.
Baginya cinta tidak mampu untuk diputuskan.
Karena kita tidak tahu kapan kita akan jatuh cinta. Kita tidak dapat memilih kepada siapa kita akan jatuh.

Saat bersamanya, gadis itu merasa bebas.
Bahkan cinta rela membuatnya menunggu, rela membuatnya melakukan apapun asal orang yang dicintainya bahagia.
Cinta membuat kita selalu melihat sisi baik dari orang yang kita cintai.

Seorang pernah berkata padaku, cinta itu buta.
Ketika orang yang kita cintai pergi, maka kita akan hancur.

Dia benar, kini gadis itu luluh lantak.

-02.00am
Aku di sisi lain kenangan. 



Sepotong Kue Kenangan 2

aku ingin bersamamu.
aku ingin menatap kedua matamu yang berbinar, namun biasa saja;
aku ingin memeluk hangatnya tubuhmu seperti kita berdua di alam semesta ini;
sekali lagi.

aku ingin mengecup setiap inci tubuhmu;
aku ingin terbawa angin bersamamu;
aku ingin melihat lampu warna-warni dijalan saat jalanan basah;
aku ingin merasakan nyamannya pundakmu;
sekali lagi.

aku ingin menatap kedalam matamu, dan
aku ingin berkata aku cinta kamu;
sekali lagi.

mungkin ada lain kali,
mungkin tidak.

sekali lagi, aku masih ingat.
sekali lagi, bersamamu.
sekali lagi, aku menunggu.
tak peduli jika terkikis waktu,
tidak apa jika bersamamu,
sekali lagi.

aku merindukanmu.

- 9 Sept 2016
00.24 am
menanti kencan selanjutnya.


Aku tidak tahu kapan berhenti

"lupakan aku, jangan sakiti dirimu sendiri"

semudah itu kau ucapkan, semudah itu pula kau melupakanku.
tidakkah apa yang kita punya begitu besar?

aku kini menemukanmu dimana-mana
di setiap buku yang ku baca
di setiap tulisan yang ku tulis
di setiap tempat yang ku datangi
di setiap lamunan
di setiap aku ingin tidur
di setiap aku bermimpi.
kau belum juga pergi, kau dan bersama kenangan akan kita masih memenuhi duniaku.

aku tidak tahu kapan berhenti.

karena aku terjebak waktu sedangkan kau dapatkan kebebasan.
hari-hari terbaikmu akan menjadi hari terburukku.
di saat sulit kupejamkan mata, kau tak sulit untuk terlelap.
kini aku tercekik sedangkan kau baik-baik aja.

aku tidak tahu kapan berhenti.

aku ingin memutar waktu kembali.

karena aku tidak tahu kapan berhenti.


-00.03 am
aku merindukanmu.



Sepotong Kue Kenangan 1

[Aku masih ingat wajahmu saat 'lapar' diriku]

Wajahmu memandangku dengan diam. Malu malu ku balas pandanganmu. Lalu kau tersenyum, sungguh manis. Salah satu hal darimu yang sangat ku suka. Panggil aku berlebihan aku tak peduli, karena itu adanya.

Semenit, dua menit, tiga menit....hingga kau melihatku dengan raut yang tak bisa kubaca. Wajahmu mendekat. Mata coklat itu menatap lekat mataku lalu bergerak turun pada bibirku. Seketika kau menahan nafas, membuka bibirmu sedikit dan mengatupkan gigimu sedikit.
Lalu kau sentuh bibirku. 

Akupun mengerti raut itu, aku menyukainya sungguh, aku menyukai saat jari itu menyentuh bibirku dengan intens.

Bisa jadi, kau membayangkan dirimu melumat bibirku waktu itu. Saling bertautkan lidah, menggigit bibir satu sama lain, merasakan sensasi begitu nikmatnya saat kita menutup mata ketika itu.

Tunggu, ada batas yang tidak bisa kau lewati sebelum matahari terbenam. 
kau mundur perlahan dari wajahku tapi tak kau singkirkan raut itu.  

Kau tertahan dengan keinginan itu, lalu berkata, "peluk aku"
Mungkin itu satu-satunya cara untuk menekan hasrat yang sungguh....akupun menginginkannya.
Lalu kita terbenam dalam pelukan hangat kala itu....


-Tertanda
aku yang terjebak macet di tol surabaya-sidoarjo 
22 juni 2016
4.30 pm




Ragu

Baiklah, aku pergi.
ku katakan itu pada diriku sendiri di depan cermin kamar tidurku.
namun aku tak mampu. 
aku dipenuhi rasa bersalah. keenggananmu menerimaku kembali adalah pukulan keras bagiku.
mungkin, aku masih tahan dengan kemarahanmu. 
sepertinya kali ini aku benar benar sudah kehilangan sebagian hidupku.
anggap aku berlebihan, aku tidak peduli. 

Kata kata yang kau bilang tulus bagiku hanya untuk menenangkan hatiku, tetap saja tidak mampu menerima kepergianmu. 
semua kenangan kita tertutup oleh kesedihan.

Seharusnya aku sadar. aku tidak berhak menerima maafmu. menerima kesempatan lagi darimu.
bahkan berkali-kali kau ucapkan padaku untuk tahu diri. 
rasa sesal menyelimuti. memenuhi setiap rongga didalam tubuhku. pikiranku penuh akan dirimu. 

Tak bisakah untukku ada sedikit ruang di hatimu? 

Aku mampu berubah menjadi yang lebih baik demi dirimu. 
jika kau menginginkanku kembali. aku akan sangat bersyukur. tak kan ku sia-siakan kesempatan itu.

Sudah berapa kali ku bilang aku merindukanmu? 
ah, kau semakin muak mendengarnya mungkin. 
aku merindukan saat ku terbangun didalam pelukanmu. 
aku merindukan saat ku tidur kau mencuri cium pada pipiku, 
aku merindukan saat kau menatap lekat diriku dengan mata indahmu,
aku merindukan saat kau membelai rambutku,
aku merindukan saat kau berhasil membuat kita tertawa bersama, 
aku merindukan saat jemari kita saling bertautan, karena hanya jemarimu yang paling cocok ditautkan pada jemariku. 
aku merindukan semua tentangmu,
aku merindukan semua tentang kita. 

Aku tahu, menunggu dan berharap kita seperti dulu adalah hal yang bodoh. 
namun, setiap kali kucoba untuk pergi, hati kecilku selalu mengatakan bahwa kau masih satu-satunya. 

Kau adalah hal terbaik yang pernah datang dan tak pernah pergi dariku. 
saat bersamamu adalah kebahagiaanku. 
kau membuatku menjadi wanita yang baik. 
tetap saja, seharusnya aku dapat memahami ini dari awal.
kau mudah mencuri hatiku, dan seharusnya aku tak terkejut jika kau mudah melupakanku. 


-Tertanda
diriku yang masih didalam Ruang Hampa. 
seketika dadaku sesak. 
ah, pipiku basah. ternyata aku masih mengharapkanmu.



Pecahan hati dalam kereta kuda

Sebulan sejak amarahmu memenuhi ruang hangat kita, kau memutuskan tidak lagi bertukar kabar denganku.
Surat darimu tidak kunjung datang lagi, bahkan puluhan surat yang ingin ku kirimkan padamu tertumpuk rapi diatas meja tulis dekat jendela kamarku.
 
Alasannya hanya satu, yaitu pada surat terakhirmu yang berisikan amarah dan makian yang jelas menggambarkan rasa kecewa padaku atas kesalahan yang ku buat.
Kau bilang, sudah tidak ada gunanya kita saling bertukar surat. Kau sudah tidak peduli padaku. Bahkan, kau membenciku. 

Sejak hari itu, aku menderita oleh kesalahan yang ku buat sendiri. Permintaan maafku kau anggap sampah.
Kesalahanku mampu membuatmu berpaling dariku jika kau ingin.
Namun, tetap saja kau dan aku mengalami kesalahpahaman hingga semua terasa begitu abu-abu.
Aku putus asa.

Hingga dua hari yang lalu, aku menerima surat lagi darimu. Sungguh, aku sangat senang. Aku sudah sangat menunggu kabar darimu.
Apa kabarmu?
Apa kau sehat?
Bagaimana keluargamu?
Apa kau masih peduli padaku?
Apa kau masih menyayangiku?
Bagaimana hubungan kita?

Segera kubaca isi surat darimu:
"Apa kabarmu? Aku harap kau baik-baik saja. Aku tidak sabar ingin bertemu denganmu.
Ah, bagaimana perasaanmu terhadapku? Perasaanmu tetap sama kan?
Aku ingin membicarakan sesuatu. Sesuatu yang membuatku bahagia. Sesuatu yang membuatku ingin menceritakannya padamu, ini sungguh hari terbaikku.
Besok datanglah ke taman kota, aku akan menunggumu di dalam kereta kuda milikku, sayang.
Kau merindukanku, bukan?
Terimakasih untuk semuanya.
Selamat atas pencapaianmu.
Jika kau tidak paham, aku akan membuatmu paham.
Bersabarlah sayang, ini akan menyenangkan.
Kita tertawa bersama."

Kau tahu? aku begitu girang menerima surat darimu, kau ingin bertemu denganku. Namun, dengan rasa heran, ini tidak sepertimu. Penuh dengan rasa curiga, apa yang akan kau katakan padaku?. Kenapa kata-katamu seolah ingin mengatakan selamat tinggal?
Terimakasih?
Selamat?
Apa maksudnya?
Ada apa ini? 
Sudah sebulan aku membuat kesalahan padamu, apakah kau sudah mampu memaafkanku? 
Semoga ini adalah kabar yang baik untuk kita.
Aku mulai berharap kembali.

Sore itu, aku datang ke taman kota dan melihat kereta kuda milikmu berhenti di sudut jalan seberang taman kota. Aku berjalan ke arahnya dan kusir milikmu memberiku hormat dan membuka pintu untukku. 
Kau disana, duduk dengan diam, lalu tersenyum.
Aku sangat merindukanmu.

Kau memerintahkan si kusir untuk membawa kita berkeliling. 
Aku hanya terdiam, aku malu melihatmu. Hingga akhirnya, kau bertanya soal perasaanku yang kau tahu jelas perasaanku masih sama terhadapmu, tanpa kurang sedikitpun.

"Baiklah, kita bicara" katamu.
Kau mengungkapkan kemarahanmu dengan tenang, kau mengungkapkan kesalahanku yang kau anggap fatal. Kita bertengkar kembali, namun kali ini kata-kata yang terucap berbeda. Sungguh lembut, namun tajam hingga mengiris kalbu. 
Kau panggil aku pengkhianat. Kau bilang aku hanya mimpi yang palsu. Kau tidak mampu mempercayaiku lagi.
Berkali-kali aku meminta maaf atas kesalahan apapun yang ku buat, yang bagimu itu salah. 
Lagi-lagi aku berpikir, mengapa ini semua harus tentang dirimu?
Tak bisakah kau menerima kurangku?. 
Bukankah kita saling menyayangi?.
Maafkan aku...

"Aku memaafkanmu dengan tulus, dan ini adalah akhir dari kita"

Lalu, aku turun dari kereta. Kau pun berlalu pergi.


-11.58. Ruang Hampa.
Aku benar-benar lupa cara tidur nyenyak...