Siapa yang kau cari?

Ponselku berdering lagi. Sudah sekian kali gadis yang ku anggap sahabat--menyarankan aku untuk ikut kencan buta atau sekedar berkenalan dengan laki-laki asing diluar sana. Saran gadis itu sungguh sudah ku lakukan dalam hampir tiga bulan ini. Kadang aku bertemu dengan laki-laki yang menyukaiku, atau dengan mantan kekasihku dulu, atau juga dengan laki-laki asing lewat virtual ataupun bertemu langsung. Mungkin jika aku seperti aku yang dulu, aku akan segera memilih salah satu di antara mereka untuk menjadi teman main atau ku berikan status kekasih walau tanpa hati tulus seperti yang selalu aku lakukan, hingga kurun waktu yang ku tentukan.

Namun, kali ini tidak. Aku bahkan tidak menginginkannya. Jujur hal itu memuakkan. Seharusnya aku lebih jujur pada diri sendiri. Hidup seperti dulu hanya hidup dalam kebohongan. Berpura-pura menikmati apa yang sudah terjadi. Berjalan begitu saja mencari hal yang semu. Sementara hatiku terlalu rapuh untuk merasa bahagia. Menebar luka untuk menyelamatkan diri sendiri. Membuat jalan cerita agar kisah romansa terlihat indah. Walau sebenarnya aku hanya membuat mereka senang dengan senyum palsu, kata-kata manis yang hanya terucap di bibir, dan hati yang beku. Tapi mereka tidak pernah tahu, mereka terlalu terlena oleh buai rayuan. Mereka terlalu picisan. Sesekali ada yang menyentuh hatiku hingga aku tetap menginginkannya untuk lama tinggal. Ada juga yang ku usir lantaran terlalu menjijikkan. Aku hanya menjalankan permainan, berharap waktu selesai dengan cepat. Karena kehangatan yang aku butuhkan tidak ada pada mereka. Belum ku temukan saat itu. 

Hingga aku bertemu denganmu. Semua di dalam diriku berubah. Tidak, aku tidak akan menjelaskan kembali bagaimana rasanya bersamamu. Kau bagai cahaya sekaligus kegelapan yang tlah memenuhiku. Aku tidak menemukannya pada siapapun laki-laki yang aku temui. Mungkin aku mencari sosokmu disana. Tapi tentu saja kau cuma satu. Dan masih satu-satunya yang aku simpan dalam diriku.
"Siapa yang kau cari?"
"Siapa yang kau inginkan?"
"Siapa yang kau tunggu?"
Suara itu terdengar lagi...

Anganku masih tentangmu. Mimpiku masih tentangmu. Cerminanmu masih sering ku lihat. Kau menjadi kamarku. Tapi kini ku tarik selimut tebal untuk menghangatkan diri dari dinginnya hatimu. Hati ini masih menjadi rumahmu. Masih menanti tuannya untuk pulang. 

"Tidakkah kau sudah mencoba membencinya?"

Aku tidak bisa. 

"Tidakkah kau tersiksa olehnya?"

Aku lebih tersiksa oleh keadaan ini. Aku tersiksa tanpanya. Mungkin ini penebusan dari dosa yang pernah aku lakukan. Dunia penuh kebohongan yang telah ku ciptakan dulu balik menghukumku walaupun saat bersamanya aku sudah jujur pada diri sendiri.  Di saat kita memutuskan untuk hidup dalam hati yang tulus, kita akan kehilangan sesuatu yang sangat dicintai. 

"Jika itu semua terlalu sakit, lalu apa yang kini kau rasakan?"

Rindu.

-separah itu ya?

Setiap momen

Setiap momen yang terjadi,
antara kau dan aku,
Walau hari itu cuaca sedang buruk,
Cuaca sedang baik,
Aku menikmati semuanya,
Aku bahagia.

Kau bilang tidak ada rasa sayang yang abadi,
Kau bilang tidak ada rasa sedih yang abadi,
Tapi bagiku ada,
Nyata,
Terasa,
Rasa sayang ini adalah cinta,
Rasa sedih ini adalah duka,
Ini adalah cinta yang menyedihkan.

-penulis muram.