Distance Part 2


“Mom.. aku..” Ricky memandangku dengan pilu. Aku tau apa yang dia rasa. Dia tidak bisa menolak Mom.
Jane tampak bahagia. Tentu saja, dia mendapatkan kembali apa yang hilang darinya. Gadis itu membuat tingkat kebencianku menambah. Tak sudi ku memiliki kakak ipar sepertinya.
“Tante, bukankah ini terlalu cepat?” tanya Jane dengan muka yang tampak berpura-pura terkejut. Dasar munafik!
“Oh tentu saja tidak. Ricky sudah harus menentukan pasangan hidupnya. Dan Renata, sudah dewasa. Dia tidak perlu sosok kakaknya yang selalu ada menemaninya” Mom memandangku sinis. Wanita yang sangat kuhormati ini, menatapku penuh rasa benci. Aku tidak tau apa salahku. Darah dagingnya sendiri dia perlakukan seperti sampah.
“Mom, aku perlu berpikir” ucap Ricky risau.
“Hmm, baiklah aku minta jawabanmu dalam sebulan. Jangan pernah kecewakan Mom!”
Ricky mendekatiku. Hatinya yang gusar tersirat di wajahnya. “Kamu nggak apa apa?” tanyanya pelan
Aku mengangguk lemas. “Aku nggak apa-apa”
“Beneran?”
“Hmm.. antarkan aku pulang sekarang mau kak?”
“Iya aku antarkan. Aku bilang Mom dulu”
Segera Ricky meminta ijin mengantarkanku pulang dengan alasan aku pusing. Tampak Mom tidak peduli hal itu dan menyuruhku untuk istirahat. Ricky berpamitan dengan Tuan dan Nyonya Petrajasa juga anak perempuan tercinta mereka, Jane. Tentu saja, Jane kecewa dengan pamitnya Ricky. Mengerikan gadis itu.
“Mom akan diantar pulang sama sopir mereka. Jadi aku akan nemenin kamu”
Seketika hatiku senang kami punya waktu berdua saja. Tidak ada hal yang menghalangi kami untuk bersenggama.
Tapi, tidak seperti apa yang kubayangkan. Didalam mobil kami hanya diam. Tanpa musik. Tanpa suara sedikitpun keluar dari mulut kamu. Hingga akhirnya Ricky yang memulai.
“Nata, aku bingung apa yang harus aku katakan kepada Mom nanti?”
“....”
“Kamu tau kan aku nggak bisa bertunangan sama Jane. Karena, aku...”
“Aku tau,” potongku”aku tau kau mencintaiku. Tapi ini tidak mungkin Kak. Kita tidak mungkin bisa bersama”
Keheningan kembali hadir. Kegelisahan menyelimuti kami. Rasa cemburu, rasa benci, rasa sayang, rasa cinta, rasa ketidakrelaan, rasa kasihan memenuhi hati kami. Satu hal yang aku tau, kami tidak akan mungkin bersama.
***
Pagi ini, Ricky menyiapkan sarapan dan membawakannya ke kamarku. Satu kecupan selamat pagi mendarat di keningku. “Kamu rajin banget bawa beginian kesini”
“Kenapa? Kamu nggak senang?” tanyanya manyun
“Senang kok sayang” Aku tersenyum memandang wajah tampan yang ada didepanku ini. Kehangatan yang selalu dia berikan benar-benar membawaku kembali padanya.
Kejadian tadi malam membuatku shock begitu pula dengan Ricky. Aku tidak berani bertanya padanya. Cinta yang kita bangun tidak mungkin kita lepas begitu saja. Namun, hati Ricky gelisah dia bingung, itu yang tampak di balik wajah cerianya. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada kami.
“Mau jalan-jalan nggak nanti? Mom mau ke Singapura empat hari ini” ajak Ricky sambil merangkulku
“Boleh. Kapan lagi kita bisa berdua”
***
Waktu sebulan itu tidak banyak. Waktu dimana aku bisa merasakan kebahagiaan yang kudapat dari Ricky sebagai orang yang kucintai. Aku pernah berharap pada Tuhan untuk tidak pernah membiarkan aku menjadi adiknya. Kini, kami menyalahi aturan Tuhan.
Apa benar aku saudara kandungnya? Apa benar dia kakakku? Jika benar, mengapa kami saling mencintai? Mengapa tumbuh perasaan yang lebih dari sekedar kakak dan adik saja? Mengapa kita tidak bisa merelakan satu sama lain?
Beribu pertanyaan memenuhi pikiranku. Mereka mengeluh meminta jawaban. Jawaban yang memberikanku kepastian akan hubungan aneh ini.
Hari demi hari kita lalui bersama. Dan ketika tiba saatnya nanti, Ricky akan memberikan jawaban tentang rencana pertunangannya dengan Jane. Inipun menjadi pertanyaan bagiku. Maukah dia bertunangan dengan Jane, lalu menikahinya? Bagaimana dengan hubungan kita? Bagaimana dengan aku? Akankah dia memutuskanku? Akankah dia kembali menjadi kakakku? Akankah dia melupakan semua yang telah kami lewatkan bersama?. Sekali lagi mereka meminta jawaban.  Jawaban yang akan menentukan segalanya.
Aku baru saja menerima email dari temanku yang ada di Paris, namanya Carly. Gadis asli perancis ini mengabariku tentang hasil seleksi beasiswa design busana yang diadakan di Universitas ternama di Paris. Yap, namaku ada diantara 200 mahasiswa yang lolos. Aku bermaksud memberitaukan kabar menggembirakan itu pada Ricky.
Malam ini, aku dan Ricky makan malam di The Hills. Dengan pemandangan malam yang indah, lampu-lampu kecil berkelap-kelip, candle light yang menghiasi suasana malam yang romantis ini. Begitu juga dengan adanya dia yang membuat semua ini nampak sempurna.
“Aku mau ambil beasiswa di Paris”  ujarku senang
“Benarkah? Selamat sayang aku nggak pernah meragukan kemampuan kamu” ucapnya ikut bahagia untukku
“Bagaimana kalau kamu juga ikut kesana? Kita bisa tinggal disana kan?”
“....”
“Kenapa? Aku salah ngomong ya?”
Ricky berhenti menikmati sajian makanan yang ada didepannya. Dia memandangku dengan serius. “Kita nggak bisa...bersama lagi”
Aku mematung. Kata – kata yang baru saja keluar dari mulutnya adalah jawaban yang selama ini aku tunggu-tunggu.  Dan itu sangat menyakitkan.
“Kita nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Ini kesempatan kamu untuk bisa pergi dari sini Nata. Kita nggak mungkin bersama”
Aku hanya bisa terdiam. Menunduk. Berusaha untuk tidak membanjiri mataku dengan hal yang membuatku lemah.
“Maafkan aku sayang, aku nggak mungkin menolak Mom. Jika saja bisa, aku akan melakukannya dari awal”
“Jadi kamu sudah memutuskan untuk bertunangan dengan gadis itu?” tanyaku parau
Ricky menghela nafas sejenak dan terdiam. Aku mengerti apa yang akan dia katakan. Aku tidak ingin mendengarnya.
“Aku rasa memang ini akhirnya” ucapku tersenyum. Berusaha menyembunyikan rasa sedih luar biasa yang bergejolak dalam diriku
“Aku akan mengambil beasiswaku ke Paris”
“Nata, aku...”
“Enggak kak, ini memang harus terjadi. Kita saudara kita tidak mungkin menjadi sepasang kekasih”
“....” Ricky terdiam lagi. Raut wajahnya melukiskan rasa sedih dan pilu. Aku tidak ingin membuatnya lebih menderita lagi.
Dia bangkit dari kursi dan menarikku dari kursi lalu memelukku erat. Apa yang tertahan di mataku kini mengalir deras. Aku tidak bisa membendungnya lagi. Kudengar bisikannya ditelingaku. Kata-kata yang selama ini membuatku yakin dia belahan jiwaku. Aku mencintaimu.
***
Kamu tidak akan tau bagaimana masa depan menantimu. Kamu tidak akan tau bagaimana cinta yang kau pilih ternyata salah.
Sejak malam itu, kami jadi jarang bertemu. Mom dan Ricky sibuk mempersiapkan pesta pertunangan sekaligus pernikahan Ricky dan Jane. Aku menyiapkan segala hal untuk pindahanku ke Paris.
Jarak diantara kami semakin terlihat. Kami lebih jauh dari hubungan kakak adik. Hubungan kami sebagai sepasang kekasih dulu kini hanyalah semu. Bagaikan mimpi indah yang berujung pada mimpi buruk.
Aku mencoba menjernihkan semua pikiranku. Aku tidak ingin hal ini merusak masa depanku. Seminggu lagi bertepatan dengan hari pernikahan mereka, aku akan pergi jauh. Jauh dari kehidupan masa laluku. Jauh dari apa yang telah kulewati disini. Jauh darimu.
***
Aku selesai mengepak barang-barangku. Tiga jam lagi aku akan berangkat ke Paris, Kota Fashion nomor satu di dunia. Dan aku sudah siap untuk berangkat. Hari ini, hari berlangsungnya pernikahan Ricky dan Jane. Mom senang aku bisa pergi dari tempat ini seperti apa yang dia harapkan. Membuatku menjauh dari Ricky dan menjauhi dari kehidupan Mom. Seperti yang kuduga, Mom tidak begitu sedih mengetahui aku akan pergi jauh dan tak ada rencana untuk kembali.
Ricky menghampiriku ketika, aku menurunkan barang-barang yang akan kubawa ke Paris. Dia mengenakan tuxedo hitam rapi. Wajah sang pengantin pria kini kusut. Seminggu ini dia mengalami tekanan yang buruk ditambah dengan kepergianku, aku rasa ini menjadi tekanan terburuk dalam hidupnya.
Dia tampan seperti biasanya. Jika saja aku bukan adiknya, aku sudah menjadi sang pengantin wanita yang paling bahagia menggantikan wanita jalang itu.
“Kau akan pergi sekarang?” tanyanya pilu
Aku menggangguk, “Iya Kak. Kamu tampan. Kamu harus memasang muka senyum, tidak mungkin Pengantin Pria sedih di hari pernikahannya kan?”
“Jika pernikahan ini bukan keinginanku, aku nggak akan menderika seperti ini”
“....”
“Apa yang harus aku lakukan tanpamu, Nata?”
“Kak, aku menyayangimu”
“Aku lebih menyayangimu” Ricky menarikku dalam dekapan pelukannya. Hangat. Aku pasti akan merindukan ini.
Terdengar klakson mobil dari depan rumah. Taksi yang kutelepon tadi sudah datang. Saatnya aku pergi.
“Aku harus pergi. Aku ingin kamu bahagia Kak” ucapku sambil memeluknya erat
Dia menatapku lembut, “Aku mencintaimu,Nata” lalu mengecup keningku
“Aku mencintaimu,Ricky”
Aku melepaskan pelukannya dan mengambil barang-barangku. Ricky membantuku membawakan barang kedalam bagasi. Aku memandangnya sambil tersenyum. Kulihat airmata yang mengalir di wajahnya dan dia tersenyum.
Didalam taksi aku menyentuh kening bekas kecupan terakhirnya tadi. Aku membanjiri mataku.

“Baby
Listen to your heart, won’t let you down
Cause you should be my Lady
Now that we’re apart love will show how
Life carries on…

I’ve never felt so strong
Life can lead us to a happiness never ending
If we just know that we belong to each other
Never worry, grow as we go
See you in your wedding dress
I can see you in your wedding dress”
–Taeyang-Wedding Dress-







Tidak ada komentar:

Posting Komentar