“Mom.. aku..” Ricky memandangku dengan pilu. Aku tau apa
yang dia rasa. Dia tidak bisa menolak Mom.
Jane tampak bahagia. Tentu saja, dia mendapatkan kembali apa
yang hilang darinya. Gadis itu membuat tingkat kebencianku menambah. Tak sudi
ku memiliki kakak ipar sepertinya.
“Tante, bukankah ini terlalu cepat?” tanya Jane dengan muka
yang tampak berpura-pura terkejut. Dasar munafik!
“Oh tentu saja tidak. Ricky sudah harus menentukan pasangan
hidupnya. Dan Renata, sudah dewasa. Dia tidak perlu sosok kakaknya yang selalu
ada menemaninya” Mom memandangku sinis. Wanita yang sangat kuhormati ini,
menatapku penuh rasa benci. Aku tidak tau apa salahku. Darah dagingnya sendiri
dia perlakukan seperti sampah.
“Mom, aku perlu berpikir” ucap Ricky risau.
“Hmm, baiklah aku minta jawabanmu dalam sebulan. Jangan pernah
kecewakan Mom!”
Ricky mendekatiku. Hatinya yang gusar tersirat di wajahnya. “Kamu
nggak apa apa?” tanyanya pelan
Aku mengangguk lemas. “Aku nggak apa-apa”
“Beneran?”
“Hmm.. antarkan aku pulang sekarang mau kak?”
“Iya aku antarkan. Aku bilang Mom dulu”
Segera Ricky meminta ijin mengantarkanku pulang dengan
alasan aku pusing. Tampak Mom tidak peduli hal itu dan menyuruhku untuk
istirahat. Ricky berpamitan dengan Tuan dan Nyonya Petrajasa juga anak
perempuan tercinta mereka, Jane. Tentu saja, Jane kecewa dengan pamitnya Ricky.
Mengerikan gadis itu.
“Mom akan diantar pulang sama sopir mereka. Jadi aku akan
nemenin kamu”
Seketika hatiku senang kami punya waktu berdua saja. Tidak ada
hal yang menghalangi kami untuk bersenggama.
Tapi, tidak seperti apa yang kubayangkan. Didalam mobil kami
hanya diam. Tanpa musik. Tanpa suara sedikitpun keluar dari mulut kamu. Hingga akhirnya
Ricky yang memulai.
“Nata, aku bingung apa yang harus aku katakan kepada Mom nanti?”
“....”
“Kamu tau kan aku nggak bisa bertunangan sama Jane. Karena,
aku...”
“Aku tau,” potongku”aku tau kau mencintaiku. Tapi ini tidak
mungkin Kak. Kita tidak mungkin bisa bersama”
Keheningan kembali hadir. Kegelisahan menyelimuti kami. Rasa
cemburu, rasa benci, rasa sayang, rasa cinta, rasa ketidakrelaan, rasa kasihan
memenuhi hati kami. Satu hal yang aku tau, kami tidak akan mungkin bersama.
***
Pagi ini, Ricky menyiapkan sarapan dan membawakannya ke
kamarku. Satu kecupan selamat pagi mendarat di keningku. “Kamu rajin banget
bawa beginian kesini”
“Kenapa? Kamu nggak senang?” tanyanya manyun
“Senang kok sayang” Aku tersenyum memandang wajah tampan
yang ada didepanku ini. Kehangatan yang selalu dia berikan benar-benar
membawaku kembali padanya.
Kejadian tadi malam membuatku shock begitu pula dengan
Ricky. Aku tidak berani bertanya padanya. Cinta yang kita bangun tidak mungkin
kita lepas begitu saja. Namun, hati Ricky gelisah dia bingung, itu yang tampak
di balik wajah cerianya. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada kami.
“Mau jalan-jalan nggak nanti? Mom mau ke Singapura empat
hari ini” ajak Ricky sambil merangkulku
“Boleh. Kapan lagi kita bisa berdua”
***
Waktu sebulan itu tidak banyak. Waktu dimana aku bisa
merasakan kebahagiaan yang kudapat dari Ricky sebagai orang yang kucintai. Aku pernah
berharap pada Tuhan untuk tidak pernah membiarkan aku menjadi adiknya. Kini,
kami menyalahi aturan Tuhan.
Apa benar aku saudara kandungnya? Apa benar dia kakakku?
Jika benar, mengapa kami saling mencintai? Mengapa tumbuh perasaan yang lebih
dari sekedar kakak dan adik saja? Mengapa kita tidak bisa merelakan satu sama
lain?
Beribu pertanyaan memenuhi pikiranku. Mereka mengeluh
meminta jawaban. Jawaban yang memberikanku kepastian akan hubungan aneh ini.
Hari demi hari kita lalui bersama. Dan ketika tiba saatnya
nanti, Ricky akan memberikan jawaban tentang rencana pertunangannya dengan
Jane. Inipun menjadi pertanyaan bagiku. Maukah dia bertunangan dengan Jane,
lalu menikahinya? Bagaimana dengan hubungan kita? Bagaimana dengan aku? Akankah
dia memutuskanku? Akankah dia kembali menjadi kakakku? Akankah dia melupakan
semua yang telah kami lewatkan bersama?. Sekali lagi mereka meminta jawaban. Jawaban yang akan menentukan segalanya.
Aku baru saja menerima email dari temanku yang ada di Paris,
namanya Carly. Gadis asli perancis ini mengabariku tentang hasil seleksi
beasiswa design busana yang diadakan di Universitas ternama di Paris. Yap,
namaku ada diantara 200 mahasiswa yang lolos. Aku bermaksud memberitaukan kabar
menggembirakan itu pada Ricky.
Malam ini, aku dan Ricky makan malam di The Hills. Dengan pemandangan
malam yang indah, lampu-lampu kecil berkelap-kelip, candle light yang menghiasi
suasana malam yang romantis ini. Begitu juga dengan adanya dia yang membuat
semua ini nampak sempurna.
“Aku mau ambil beasiswa di Paris” ujarku senang
“Benarkah? Selamat sayang aku nggak pernah meragukan
kemampuan kamu” ucapnya ikut bahagia untukku
“Bagaimana kalau kamu juga ikut kesana? Kita bisa tinggal
disana kan?”
“....”
“Kenapa? Aku salah ngomong ya?”
Ricky berhenti menikmati sajian makanan yang ada didepannya.
Dia memandangku dengan serius. “Kita nggak bisa...bersama lagi”
Aku mematung. Kata – kata yang baru saja keluar dari
mulutnya adalah jawaban yang selama ini aku tunggu-tunggu. Dan itu sangat menyakitkan.
“Kita nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Ini kesempatan
kamu untuk bisa pergi dari sini Nata. Kita nggak mungkin bersama”
Aku hanya bisa terdiam. Menunduk. Berusaha untuk tidak
membanjiri mataku dengan hal yang membuatku lemah.
“Maafkan aku sayang, aku nggak mungkin menolak Mom. Jika saja
bisa, aku akan melakukannya dari awal”
“Jadi kamu sudah memutuskan untuk bertunangan dengan gadis
itu?” tanyaku parau
Ricky menghela nafas sejenak dan terdiam. Aku mengerti apa
yang akan dia katakan. Aku tidak ingin mendengarnya.
“Aku rasa memang ini akhirnya” ucapku tersenyum. Berusaha menyembunyikan
rasa sedih luar biasa yang bergejolak dalam diriku
“Aku akan mengambil beasiswaku ke Paris”
“Nata, aku...”
“Enggak kak, ini memang harus terjadi. Kita saudara kita tidak
mungkin menjadi sepasang kekasih”
“....” Ricky terdiam lagi. Raut wajahnya melukiskan rasa
sedih dan pilu. Aku tidak ingin membuatnya lebih menderita lagi.
Dia bangkit dari kursi dan menarikku dari kursi lalu
memelukku erat. Apa yang tertahan di mataku kini mengalir deras. Aku tidak bisa
membendungnya lagi. Kudengar bisikannya ditelingaku. Kata-kata yang selama ini
membuatku yakin dia belahan jiwaku. Aku mencintaimu.
***
Kamu tidak akan tau bagaimana masa depan menantimu. Kamu tidak
akan tau bagaimana cinta yang kau pilih ternyata salah.
Sejak malam itu, kami jadi jarang bertemu. Mom dan Ricky
sibuk mempersiapkan pesta pertunangan sekaligus pernikahan Ricky dan Jane. Aku menyiapkan
segala hal untuk pindahanku ke Paris.
Jarak diantara kami semakin terlihat. Kami lebih jauh dari
hubungan kakak adik. Hubungan kami sebagai sepasang kekasih dulu kini hanyalah
semu. Bagaikan mimpi indah yang berujung pada mimpi buruk.
Aku mencoba menjernihkan semua pikiranku. Aku tidak ingin
hal ini merusak masa depanku. Seminggu lagi bertepatan dengan hari pernikahan
mereka, aku akan pergi jauh. Jauh dari kehidupan masa laluku. Jauh dari apa
yang telah kulewati disini. Jauh darimu.
***
Aku selesai mengepak barang-barangku. Tiga jam lagi aku akan
berangkat ke Paris, Kota Fashion nomor satu di dunia. Dan aku sudah siap untuk
berangkat. Hari ini, hari berlangsungnya pernikahan Ricky dan Jane. Mom senang
aku bisa pergi dari tempat ini seperti apa yang dia harapkan. Membuatku menjauh
dari Ricky dan menjauhi dari kehidupan Mom. Seperti yang kuduga, Mom tidak
begitu sedih mengetahui aku akan pergi jauh dan tak ada rencana untuk kembali.
Ricky menghampiriku ketika, aku menurunkan barang-barang
yang akan kubawa ke Paris. Dia mengenakan tuxedo hitam rapi. Wajah sang
pengantin pria kini kusut. Seminggu ini dia mengalami tekanan yang buruk
ditambah dengan kepergianku, aku rasa ini menjadi tekanan terburuk dalam
hidupnya.
Dia tampan seperti biasanya. Jika saja aku bukan adiknya,
aku sudah menjadi sang pengantin wanita yang paling bahagia menggantikan wanita
jalang itu.
“Kau akan pergi sekarang?” tanyanya pilu
Aku menggangguk, “Iya Kak. Kamu tampan. Kamu harus memasang
muka senyum, tidak mungkin Pengantin Pria sedih di hari pernikahannya kan?”
“Jika pernikahan ini bukan keinginanku, aku nggak akan
menderika seperti ini”
“....”
“Apa yang harus aku lakukan tanpamu, Nata?”
“Kak, aku menyayangimu”
“Aku lebih menyayangimu” Ricky menarikku dalam dekapan
pelukannya. Hangat. Aku pasti akan merindukan ini.
Terdengar klakson mobil dari depan rumah. Taksi yang
kutelepon tadi sudah datang. Saatnya aku pergi.
“Aku harus pergi. Aku ingin kamu bahagia Kak” ucapku sambil
memeluknya erat
Dia menatapku lembut, “Aku mencintaimu,Nata” lalu mengecup
keningku
“Aku mencintaimu,Ricky”
Aku melepaskan pelukannya dan mengambil barang-barangku. Ricky
membantuku membawakan barang kedalam bagasi. Aku memandangnya sambil tersenyum.
Kulihat airmata yang mengalir di wajahnya dan dia tersenyum.
Didalam taksi aku menyentuh kening bekas kecupan terakhirnya
tadi. Aku membanjiri mataku.
“Baby
Listen to your heart, won’t let you down
Cause you should be my Lady
Now that we’re apart love will show how
Life carries on…
I’ve never felt so strong
Life can lead us to a happiness never ending
If we just know that we belong to each other
Never worry, grow as we go
See you in your wedding dress
I can see you in your wedding dress” –Taeyang-Wedding Dress-