Malam itu tidak ku sangka dia menemaniku. Kami hanya berada di dalam mobil menghabiskan bensin, menghabiskan waktu, mengobrol panjang lebar tentang apapun topiknya, mendengarkan musik bersama, berkeliling kota dan menikmati hujan.
Jika saja dia tahu jantungku berdebar tak karuan, berusaha menyembunyikan rasa senang dan senyum karena dia berada di sampingku. Itu adalah kado untukku.
Sudah pasti dia mengetahui betul perasaanku. Karena, saat itu kita hanya sebatas teman.
Hujan turun begitu deras. Jika saja saat itu kami sudah menjadi sepasang kekasih, tentu saja kami akan lebih menikmati hujan dengan peluk dan cium hingga hujan lelah melihat kami lalu berhenti.
Terputar lagu Payung Teduh menjadi soundtrack kami malam itu,
"Malam jadi saksinya
kita berdua diantara kata
yang tak terucap
berharap waktu membawa keberanian
untuk datang membawa jawaban"
Lagi-lagi aku meliriknya, mencoba mencari mata indah lelaki itu. Mencari celah adakah aku yang dia lihat disana. Karena aku tak bisa membaca dirinya.
"Mungkinkah kita ada kesempatan,
ucapkan janji takkan berpisah selamanya"
Malam itu senyumku mengembang.
Berharap waktu akan selalu menjadi milik kita
Berharap mata seindah senja itu akan selalu menatap diriku.
Berharap "kau dan aku" akan menjadi kita.
Rindu sekali aku padanya. Kenangan setahun yang lalu kini melekat bagaikan tato pada tubuhku. Aku membuka pesan ucapan selamat yang dia kirimkan dulu pada ponselku. Seketika dadaku bergemuruh, perasaan hangat dan nyeri datang bersama.
Hari ini tanggal 30 setahun yang lalu, hatinya mulai menghangat.
Hari ini tanggal 30, hatinya tlah dingin.
Hari ini dia tiada menemani.
Hari ini aku mengenang kembali.
Hari ini aku sendiri.
Hari ini dia tiada menemani.
Hari ini aku mengenang kembali.
Hari ini aku sendiri.
Hari ini aku tetap mencintainya.
-Selamat ulangtahun perempuan pecinta senja dan secangkir teh manis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar