Tengah Malam

Enam jam perjalanan aku habiskan untuk datang ke kota ini lagi. Desember lalu aku meninggalkannya untuk kabur dari hal-hal menyakitkan yang sudah terjadi. Situasi sulit, tidak berujung dan menjebakku hingga saat ini. Kota ini masih sama. Masih ramai. Masih dengan udara yang panas. Masih dengan lalu lintas yang berantakan. Masih dengan kemacetan yang menyebalkan. Masih dengan rasa yang sama. Masih dengan kenangan yang sama. Yang berubah hanya satu, dia.

"Jadi mampir ke rumah?" Suara halus wanita diseberang sana membuyarkan lamunanku di tengah kemacetan. Wanita itu menelepon menanyakan apa aku sudah sampai atau belum.
"Iya tante, ini masih macet" jawabku.
"Ya sudah hati-hati" Suara itu mati.
Ku letakkan ponsel di kursi sebelah. Aku lelah, pikirku. Seharusnya aku beristirahat dulu sebelum berkendara ke kota tetangga. Setelah check in hotel, aku hanya masuk kamar untuk meletakkan tas lalu membersihkan diri. Sore hari adalah jam orang-orang pulang kantor tentu benar-benar akan menghabiskan waktu yang panjang. Butuh sejam aku sampai kesana. Aku membayangkan diriku tidur di atas empuknya kasur hotel. Lumayan besar untuk tidur sendiri. Aku sangat berterimakasih pada saudaraku yang memberikan voucher gratis menginap di hotel ini. Karena tidak mungkin aku mampu merogoh saku untuk membayar kamar mewah ini.

Sore itu sesampai disana, bukan hal yang menyenangkan kembali ke rumah. Rumah kedua kurasa, entahlah aku tidak dapat menamainya rumah tempatku untuk pulang. Dua tahun sudah ku habiskan waktuku disini. Bersama dengan Ayahku yang tidak ku kenal, berserta keluarganya. Bukan hal mudah. Sedikit murka karena aku menghilang dari hampir dua bulan yang lalu. Diceramahi habis-habisan bukan hal yang menyenangkan. Mungkin aku sedikit memperlihatkan wajahku yang menyesal atas tindakanku dan ya sedikit air mata yang ku buat agar mereka percaya. Jujur saja, aku tidak begitu mendengarkan apa ocehannya. Pikiranku melayang ke tempat yang lain. Air mata itu untuk hal yang lain. Aku merindukan dia.

Ku tancapkan gas mobil berkendara dengan kencang. Suara Elvis Presley yang terputar tidak ku hiraukan. Aku sudah meninggalkan kota tetangga kembali menuju kota ini. Awalnya aku berpikir untuk langsung pulang ke hotel tapi tidak. Ada tempat yang ingin ku datangi. Tempat dimana semua kenangan terbuat. Tempat dimana semua pernah ada aku dan dia. Disinilah aku, berputar-putar di jalanan komplek dekat apartemen timur kota ini. Sesekali berhenti, sesekali jalan. Lalu aku berhenti tepat di dekat apartemen yang pernah aku tempati. Ada beberapa yang baru. Ruko di bawah mulai terisi. Jalan sampingnya ditutup mobil-mobil untuk parkir. Jalanan terlihat sepi. Pukul hampir tengah malam, aku diam di dekat apartemennya.

Aku mengirim pesan padanya,

Aku ada di dekat tempatmu, bisa kita bertemu?. 11.53pm

Bukankah sudah ku bilang, aku tidak ingin bertemu. 11.54pm

Aku benar-benar ingin bertemu. 11.54pm

Aku akan bertemu jika rasa yang kau punya untukku sudah hilang. 11.55pm

Aku masih menyayangimu. 11.56pm

Kalau begitu lupakan, aku tidak akan turun dan bertemu denganmu. 11.57pm

Kenapa kau harus seperti ini?. 11.57pm

Dia membalas lagi dengan kata-kata yang dingin seperti biasanya. Untuk sekian kali, kata-kata itu mengancurkanku. Tanganku gemetar. Dadaku terasa sesak.

Tidakkah aku berharga untukmu?. 12.05am

Beberapa menit berlalu, tidak ada balasan.
Malam itu semua terasa begitu menyakitkan. Kedatanganku sia-sia. Aku menghidupkan mobil melangkah pergi. Tepat setelah kata-kata itu terbaca, aku sungguh merasa tidak pernah ada aku di masa depannya.
Malam itu jalanan sepi. Di perjalanan menuju hotel, aku menangis kencang.


-Taman Angsa, 4 Februari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar