Langit menghitam saat mataku menatap keluar jendela. Cuaca suram seperti biasa. Sebentar lagi hujan turun. Jalanan sepi, sesekali dua atau tiga kendaraan melintas.
Mataku tak kunjung lelah. Seharusnya aku manfaatkan waktuku untuk istirahat walau aku sudah bosan diatas ranjang selama 5 hari ini. Suhu tubuhku meninggi. Kepalaku seperti tertusuk berkali-kali. Obat yang ku beli sepertinya tak mampu meredakan rasa sakit pada kepala dan demam yang masih berkunjung di malam hari.
Sebenarnya rasa sakit terparah yang aku rasakan ada pada dalam dada dan pikiranku. Tersiksa lebih parah dari sebelumnya. Katakan saja berlebihan, aku tidak peduli. Toh, mereka juga tidak mempedulikanku seperti dirimu yang kini jauh dari jangkauan ragaku.
Coba ku tebak, mungkin kau saat ini sedang bersenang-senang, tertawa bahagia dengan senyum dan keramahan palsumu pada mereka yang mengagumimu. Jika saja mereka tahu. Jika saja mereka melihat wajah asli dirimu yang aku ketahui, di samping sikap lembut bak madu yang mampu menarik siapapun untuk mengikutimu. Tanpa kau sadari kau bertindak dengan ego yang tinggi, termakan amarah, lalu berperan sebagai korban jika lawanmu melakukan sesuatu yang kau sebut kejahatan. Sungguh manipulatif. Peran yang sempurna untuk seseorang yang selalu ku tinggikan. Seseorang yang selalu ku puja. Seseorang yang selalu ku inginkan. Seseorang yang selalu ku butuhkan. Ironisnya, seseorang yang selalu ku cinta hingga detik ini.
Susah sekali menyingkirkanmu dari pikiranku. Susah sekali membencimu. Pion pada papan caturku mulai kau habisi. Kau tetap bermain hingga aku hancur tanpa secuil kesempatan bagiku untuk membangun harga diri kembali. Bahkan hingga saat ini kau tetap menjadi pemenang. Berpegang teguh pada keangkuhan dan selalu menyalahkanku atas bomerang yang kau ciptakan sendiri. Ikut andil besar dalam kerusakan, tapi tentu saja peran yang sempurna bagi dirimu yang selalu ingin kesempurnaan.
Malam membuka luka. Diusir dari rumah sendiri. Berkelana tanpa tujuan. Kegelapan mulai merasukiku. Mereka bilang, sakit bisa disembuhkan oleh waktu. Tapi aku tidak ingin disembuhkan. Aku ingin merasakan kepedihan yang kau beri berulang kali. Kebahagiaan yang kau taburkan berulang kali. Kenangan manis ataupun pahit. Akan aku genggam bersama untuk mengingat semuanya. Biarpun aku jatuh hingga tersisa hanya seuntai benang tipis aku akan coba meraihnya untuk mencintai dan membenci dirimu. Biarpun aku menggapai bayangan semu, aku akan coba memeluknya untuk mencintai dan membenci dirimu. Karena itu yang akan aku lakukan. Karena itu yang akan dilakukan oleh seseorang yang kosong tanpa harapan.
Lihat itu ditengah gelapnya lorong mimpi buruk, dengan mata yang indah penuh kenangan, kau tertawa nyaring. Terlihat puas melihat sosok diriku yang terbakar kesedihan.
-hujan, petir, dan guntur bercumbu mesra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar